291 HARI DINEGERI MATAHARI
291 HARI DINEGERI MATAHARI
Hari mulai menunjukkan panasnya, matahari tertawa melihat kami, dari Surabaya rombongan kami sampai ditempat yang merupakan gerbang dari tempat yang akan kami kunjungi nanti, pukul 11.00 waktu setempat kami mulai cemas saling diskusi tengok kanan kiri karena kami tidak tahu sebenarnya dimanakah tempat kami “berperang” nanti ya …? rata-rata dari kami memang belum pernah bepergian lebih dari propinsi kami. Kecuali aku yang memang terlahir sebagai seorang adventurer aku memanggul ransel biru, ransel yang selalu aku bawa jika sedang dalam perjalanan atau pendakian. “PIER … ya PIER gerbang itu menyebut dirinya, dia membuka mulutnya siap menelan kami. Kami sendiri datang dari berbagai daerah dari negeri ini yang menjadi satu rombongan Jogjakarta. Terdiri dari 11 orang laki-laki termasuk aku dan 7 orang perempuan. Seperti para laki-laki pada umumnya kami bersikap tenang menghadapi masalah. Ini, sedangkan para perempuan… ya begitulah … selalu cemas, gelisah bagaimana nanti, bagaimana kita tidur, bagaimana makan minum kami, bagaimana pacar-pacar kami. Matahari tepat diatas ubun-ubun kami dan kamipun mulai bosan dengan hal itu. Pemimpin rombongan kami akhirnya mulai mengambil keputusan, tukang ojek dan satpamlah sasarannya. Dia mendatangi mereka dengan badan tegap dan penuh wibawa dengan tujuan agar kami mendapatkan penginapan sebelum “peperangan” itu dimulai. Perdebatan alat berlangsung beberapa menit seperti semut yang sedang memperbutkan sesuatu dan akhirnya kami mendengar teriakan
“ ya … (pemimpin kami berseru)”
“ 12 orang pak… (pemimpn kami bertanya)”
“ Iya… juga untuk para perempuan (tukang ojek)
“ Oke … kami berteriak setuju”
Dengan berjalan kami menuju tempat yang kami sepakati, para perempuan berada di depan kami para laki-laki yang memanggul ransel-ransel mereka seperti para budak mereka saja, kami bersedia karena kami punya yah … bisa dibilang sedikit harga diri. Setelah beberapa ratus meter rombongan kami sampai di sebuah mushola, mushola dengan kotak infak didepannya, mushola tersebut belum selesai dibangun. Hari mulai siang rombongan kami mulai cemas beberapa dari kami sempat merebahkan diri dimushola tersebut karena terlalu lelah menunggu kepastian. Akhirnya tiba-tiba ja Pak dusun setempat datang, dia berbicara beberapa hal dan akhirnya kmi dipecah menjadi dua bagian para laki-laki pergi ke utara dan para perempuan ke sebelah barat dan sejak itu aku tidak tau apa-apa yang terjadi selanjutnya dengan para perempuan. Para perempuan kita tinggalkan dulu. Sementara itu para laki-laki terus melanjutkan perjalanan. Kami melewati sebuah rel kereta api yang dibawahnya sebenarnya merupakan jalan raya tapi karena jalan itu tergenang air karena selokannya mampet, maka kami terpaksa melaintasi rel yang ada diatasnya. Setelah beberapa saat kami (para laki-laki) sampai dipenginapan (kos) yang telah kami sepakati harganya tujuh juta untuk tiga ratus enam puluh hari kedepan. Kos itu megah menghadap ke utara di sebelah barat terdapat jalan juga musola. Bangunan bercat tembok krem dengan daun pintu warna pink yang akhirnya kami masuki. Kotor, pengap, panas suasana pertama kali kami masuk, kami bersihkan kami pel dan kami sholati. Hari mulai gelap dan akhirnya kami semua beristirahat untuk menghadapi esok hari.
Keesokan harinya tanggal 3 april 2007 kami semua bersiap, mengantri mandi Karena cuma ada satu kamar mandi. Pukul delapan kami selesai dengan pakaian hitam putih atasan putih dan celana panjang hitam kami bersebelas berjalan menuju tempat yang dijanjikan. Melewati gerbang PIER. Kami menuju suatu tempat yang disebut sebagai pemberhentian angkutan PIER. Setelah beberapa saat jemputan pun datang, kami menumpang land (angkutan PIER) menuju sebuah pabrik besar yang memproduksi lampu bermerk. Kami melewati kantor Departemen Keuangan, PT Gas PIER, PT. SIER pengolah limbah, lem FOX, Ineos Sillicas, Sari Roti dan akhirnya kami sampai. Tiba lebih awal membuat kami dipaksa menunggu di pos satpam sampai jam 9.00 pagi waktu setempat. Dan kami dipanggil digiring menuju suat ruangan bertuliskan training room., disampingnya kami melihat sebuah masjid besar yang begitu megah. Didalam training room, udara begitu dingin dihembuskan dari delapan buah air conditioner yang snagat besar-besar. Delapan jam setiap hari selama tiga hari berturut-turut membuat kami hamper mati membeku. Didalam tiga hari terebut kami mendpaat berbagai macam arahan dan instruksi agar kami menjadi kesatria-kesatria tanggung yang akan ditempatkan di posisi – posisi penting. Di hari terakhr dalam tiga hari itu kami dibagi-bagi menjadi beberapa bagian. Dan aku dipilih menjadi kesatria packing NESA yang snagat terkenal membutuhkan segala hal yang harus dimiliki seorang kesatria. Aku terpilih bersama seorang teman laki-laki dan seorang perempuan, dan hari-hari berikutnya kami habiskan membanting tulang kami baik siang atau malam, panas hujan. Kami memeras keringat dua belas jam perhari selama empat hari kerja dan dua hari off (libur), itulah awal dari hari-hari yang kami sebut dengan hari-hari neraka di negeri mataharai tiruan tersebut. Di dalam sana Cuma terdengar suara mesin-mesin raksasa yang begitu memekakan telinga, puluhan kesatria bermandikan keringat mengendalikan mesin-msein raksasa itu. TL I, TL II dan terakhir adalah Nesa kesatrian Packing Nesa inilah yang paling dihormati oleh, Group-group neraka yang lain dan aku sangat bangga menjaid bagian dari NESA. Aku bekerja dua belas jam sehari jika aku bekerja malam aku tidur pada siang harinya, dan jika aku bekerja pada siang hari aku tidur pada malam harinya begitu seterusnya dan itu terjadi berulang – ulang hingga hari kedua ratus sembilan puluh satu yang merupakn hari terakhir.
Akhirnya tibalah bulan-bulan membosankan karena kegiatan-kegiatanku yang monoton aku memutuskan untuk jalan-jalan setiap aku tidak bertugas, tepat pada tanggal 25 Juli 2007 hari senin tepatnya aku membeli ponsel Sony Ericson K750I, ya ponsel paling mahal yang pertama aku beli selama hidupku apalagi hari pandangan bahwa aku dari keluarga sederhana. Dan dengan itulah perjalananku ini mulai terdapat nilainya. Ya … dari sinilah perjalananku mulai menarik. Sore itu tanggal 9 November 2007, rasa bosanku mulai memuncak, kepenatan dalam kepalaku sudah memenuhi ruang pikiranku dan akupun keluar jalan-jalan bersama seorang teman, ya disana kami duduk-duduk, begitu damai dan tenang saat kami berada disana, aku melihat sekeliling banyak bocah bermain bola maka aku larut didalamnya. Haripun gelap suara adzan maghrib dikumandangkan kami bergegas ke masjid dan berserah diri padaNya. (Menurut in pasuruan, Errawan, Aryuda;Riyadi). Setelah itu hari-hari aku lalui seperti biasa berperang dan berperang bersama kesatria-kesatria lain aku berjuang untuk kesejahteraan dan kebebasan pada akhirnya nanti.
Haripun terus ku lalui bersama teman-teman aku tidak begitu merasakan beratnya menjadi “the Nesa packing Wamorr”. Tanggal 3 Desember 2007 tepat delapan bulan aku di PIER berperang akupun merayakannya dengan jalan-jalan ke kota hujan. Malang ? ya malang yang sangat indah. Dengan naik kereta api ekonomi dengan ticket seharga Rp. 3.500,- akupun berangkat, akhirnya sampai dan betul saja hujan. Benar-benar indah kota malang. Adzan dhuhur pun berkumandang dan kami istirahat sejenak untuk sembahyang. Melanjutkan perjalanan kamipun pergi dan mengunjungi beberapa tempat yang menarik bagi kami, sampai malam hari di hari itu kami pun terus menerus bersenang-senang, dan kami kembali ke rumah dengan wajah yang penuh kegembiraan. Masih dibulan itu kegembiraan pun terus berlangsung, hingga sampailah pada hari kedua puluh bulan itu, hari Idhul adha kami sangat gembira menyambut hari, tersebut namun didalam kegembiraan itu terdapat kekecewaan dihati kami, ya kami kecewa karena kami tidak dapat pulang ke kota kami untuk berkumpul dengan keluarga kami masing-maisng. Tapi dengan itu kamipun bias berkumpul bersama-sama, hari itu sangat menyenangkan kami bias makan bersama-sama, dan terdapat moment unik, moment membuang sampah yang ya itu menjadi moment membuang sampah yang luar biasa. Maish di bulan itu di hari keduapuluh tujuh aku bersama seorang teman pergi ke Surabaya, aku di WTC ya Market Ponsel, disana kami mengganti ponsel kami. Aku mengganti ponselku yang semula tipe lama menjadi tipe yang lumayan baru, yaitu W880i. (moment in pasuruan, 2007 Ernawan Aryudha, dkk)
Awal tahun 2008 adalah hari-hari terakhirku, tanggal 2 Januari 2008 aku kembali pergi ke Palembang, ya sekedar perpisahan akupun berangkat bersama dua orang temanku. Tidak cukup hal yang bisa aku ceritakan di saat itu. Tanggal 11 Januari 2008 masa berperangku berakhir sudah, aku merasa ringan sekali terlepas dari semua tekanan yang aku rasakan saat ini. Tanggal 17 Januari 2008 akupun pulang ke kotaku dan berkumpul dengan seluruh keluargaku
“Catatan ini saya buat dnegan meringkas dari semua perjalanku selama aku di Jawa Timur. Jika saya memaparkan semua mungkin akan menjadi sebuah buku”
(Ernawan Aryudha, 20 Januari 2008)
Others
Seja o primeiro a comentar
Post a Comment